Sabtu, 21 Agustus 2021

GEOPOLITIK DALAM KEBIJAKAN PEMERINTAH (Kasus Di Tengah Penanganan Covid-19)


 

“Kebijakan bukanlah ajang untuk hakim menghakimi dan hukum menghukum tapi kebijakan adalah produk pemerintah untuk kepentingan dan keadilan bersama.

Kebijakan yang baik bukanlah yang mampu menyenangkan semua rakyat namun kebijakan yang baik adalah yang mampu menampung semua keresahan rakyat”

Sandi Wiranata

(Pembelajar Yang Tidak Tahu Apa-Apa)

            sudah berjalan sekitar dua tahunan pandemic Covid-19 ini berlangsung di Indonesia, tak terasa sudah banyak pengorbanan yang telah dibayar untuk bertahan maupun memulihkan keadaan. Sudah banyak nyawa melayang, banyak keluarga kelaparan, para pembuat kebijakan yang kelabakan, para oposisi yang makin bringas mengkritisi dan mereka yang terpinggirkan makin tersingkir. Sudah hampir tak terhitung berapa milliar yang pemerintah anggarkan untuk menangani pandemic ini, begitu pula dengan demand yang juga diperlukan untuk memasok APBN. Jika hanya mengandalkan pajak dari rakyat sepertinya sudah sangat mencekik, berharap dari denda para pelanggar kebijakan juga tak bisa menutupi. Dilihat dari situasi tersebut mau tidak mau pemerintah melalui kementrian keuangan harus berhutang kembali. Berdasarkan data dari Bank Indonesia yang tertera di Surat No. 23/39/DKom dijabarkan bahwa Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan IV 2020 tercatat sebesar 418,5 milliar dolar AS, yang terbagi kedalam sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar 209,2 milliar dolar AS dan sektor swasta (termasuk BUMN) Sebesar 208,3 milliar dolar AS. Penggunaan utang luar negeri terfokus pada penanganan pandemic covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional  dikarenakan pada awal pandemic covid-19 melanda Indonesia ekonomi nasional Indonesia mengalami penurunan dan berada di zona minus.

            Pembatasan dalam kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terbukti menjadi faktor utama menyusutnya ekonomi sectoral dan regional yang mengalir kedalam kas negara. Pada saat yang sama pemerintah menerapkan berbagai kebijakan untuk merospen semakin massifnya penyebaran covid-19 dengan dimulainya kebijakan PSBB dengan dikeluarkannya Keppres Nomor 7 tahun 2020, kemudian pada akhir bulan juli 2020 pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 82 Tahun 2020 untuk membentuk komite penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Untuk melancarkan upaya penanganan covid-19 pemerintah sendiri telah menganggarkan dana sebesar Rp. 695,2 triliun pada tahun 2020. Dari total anggaran tersebut sebesar Rp. 87,55 trilliun digunakan untuk bidang kesehatan. Dalam proses penananganan pandemic covid-19 pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan mulai dari kampanye 3M, peningkatan disiplin masyarakat, program PPKM sampai pada percepatan vaksinasi nasional.

            Meskipun dalam aspek konsepsasi kebijakan terlihat aman dapat dilaksanakan sesuai yang diharapkan, namun pada kenyataannya dalam implementasi kebijakan seringkali tidak dapat dikendalikan bahkan mengalami kollaps. Faktor-faktor internal dan eksternal menjadi permasalahan yang sulit untuk diatasi. Dalam konteks permasalahan internal terjadi karena berbagai aspek :

            Pertama, adalah aspek pejabat yang tidak kompeten. Selain itu di tengah pandemic covid-19 ini masih banyak juga pejabat yang melakukan tindakan korupsi dan gilanya korupsi dilakukan oleh para Menteri seperti kasus korupsi Menteri KKP Edy Prabowo soal eksport benur dan Menteri sosial Juliari peter batubara soal korupsi bantuan sosial. Sungguh sangat disayangkan dimana rakyat berusaha untuk terus bertahan hidup justru pejabat malah memperkeruh keadaan. Selain itu dalam proses hukum yang diterima terdakwa korupsi juga terbilang tebang pilih yang mana banyak kasus receh yang mendapatkan hukuman berat justru kasus kemanusiaan seperti ini malah mendapatkan asimilasi/ pemotongan hukuman. Berdasarkan pernyataan ketua KPK firli bahuri yang menegaskan bahwa tindakan korupsi di tengah pandemi maka ancaman hukuman mati. Dalam keterangannya pada 21 maret 2020. Namun jika melihat saat ini hukuman untuk edy Prabowo saja hanya dijatuhi selama 5 tahun penjara, sedangkan batubara hanya dituntut hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp. 500 juta subsider 6 bulan, dengan pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp. 14,5 miliar.

            Jika  meilihat realita yang ada maka pemerintah khususnya hukum yang berlaku di Indonesia terkesan hukum yang loyo dan tidak efektif untuk membuat efek jera pada kasus-kasus kejahatan besar seperti kasus korupsi. Jika mundur pada kasus pelanggaran HAM dalam kasus TWK pegawai KPK yang menurut banyak pihak adalah rekayasa untuk menyingkirkan para pegawai KPK yang progresif dan memiliki catatan baik. Hal tersebut dinilai sangat mencurigakan ditengah massif kasus korupsi besar yang mulai terungkap justru para penyidik KPK yang menangani hal tersebut tidak lolos TWK. Permasalahan-permasalah internal tersebut lah yang membuat masyarakat semakin muak dan tidak percaya dengan hal-hal yang dikeluarkan pemerintah.

            Kedua, faktor eksternal yaitu disini penulis akan mengambil sampel pada permasalah banyaknya TKA yang masuk ke Indonesia seperti dari tiongkok, kemudian faktor geo politik perairan pacific yang sedang memanas antara tiongkok dan  negara asia tenggara mengenai laut china selatan yang mulai menyeret negara-negara barat untuk mulai masuk. Pembahasan pertama pada masalah TKA China yang masuk ke Indonesia dengan lancarnya ditengah pandemic covid-19. Terlebih kemarin TKA China masuk ketika terjadi kebijakan larangan mudik untuk mengurangi mobilitas penduduk. Disaat masyarakat seperti dipenjara dalam negerinya sendiri justru warga asing bebas masuk ke negeri Indonesia, ini adalah sebuah ironi. Meskipun jika dilihat dari kacamata geopolitik hal tersebut mungkin sudah ada kesepakatan antara 2 negara atau dua pihak yang berkentingan namun seharusnya momen yang digunakan janganlah saat kebijakan pengketatan pandemic diberlakukan. TKA asing kadangkala memang dibutuhkan dalam industry karena biasanya pemborong atau pemenang proyek memiliki kerjasama dengan agensi pekerja yang memasok pekerja dan kebetulan agensi yang diajak kerjasama adalah agensi tenaga kerja china. Tapi meski begitu seharusnya tidak sepatutnya dilakukan ditengah pandemic.

            Momen kedua adalah permasalah global mengenai geopolitik di laut china selatan. Sengketa di LCS telah menjadi perdebadan di dunia internasional oleh beberapa negara yaitu filipina, brunei darusalam, Malaysia, Taiwan, Vietnam dan Indonesia yang menentang soal klaim china selama puluhan tahun terakhir. Konflik di perairan LCS seringkali memanas, mulai dari pengusiran kapal nelayan oleh costguard sampai pada berlalu lalangnya kapal-kapal perang disekitaran perairan tersebut. baru-baru amerika dan sekutunya mengirimkan beberapa armada kapal perang untuk latihan di sekitar laut china selatan. Dan tak lupa Indonesia juga turut andil dengan latihan dengan militer amerika serikat pada garuda shield. Tak mau kalah dengan barat kemudian china juga melakukan latihan militer dengan Russia.

            Hal-hal tersebut tidak boleh dilihat hanya sekedar latihan semata dan menjalin hubungan baik dengan negara sahabat. Namun jika dicermati hal tersebut adalah untuk menunjukkan bukti eksisten negara tersebut sekaligus sebagai unjuk kekuatan bahwa ia memiliki superioritas. Sikap Indonesia yang memiliki kebijakan politik luar negeri bebas aktif tidak boleh hanya terbawa arus barat begitu saja. Karena kebijakan bebas aktif tersebutlah Indonesia seharusnya berada di posisi tengah/netral sehingga Indonesia juga perlu menjalin hubungan baik china maupun Russia. Jika dicontohkan hubungan dengan china lebih dekat kepada hubungan ekonomi dan perdangan.

            Melihat beberapa faktor eksternal dan internal tersebut membuat masyarakat kalangan bawah menjadi bimbang terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Di satu sisi masyarakat tidak mendapatkan bantuan yang selayaknya dari pemerintah namun di sisi lain masyarakat juga dilemma dengan terus meningkatnya penyebaran covid-19. Jika menakar kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemic covid-19 baru baru ini yaitu kebijakan PPKM level 4 dan 4 untuk jawa bali sangatlah tidak efisien. Karena dalam penerapannya kadangkala sering terjadi bentrokan antara aparat dan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan masyarakat semakin acuh dengan apa yang dikeluarkan pemerintah jika kembali pada beberapa studi kasus diatas. Terlebih masyarakat juga butuh bertahan hidup. Seringkali kebijakan yang diterapakan oleh pemerintah daerah terjadi miskomunikasi dan kurang koordinasi antara provinsi dan kabupaten/kota. Prosedur yang dijalankan pun tidak efisien dan hanya dikerjakan diawal kebijakan diterapkan saja. Aparat yang terlalu represif dalam penindakan juga membuat semakin menunjukkan kurang hadirnya masyarakat pada kaum bawah.

            Kembali pada topik utama jika ditakar kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemic covid-19 ini masihlah memiliki banyak PR. Kebijakan pembatasan yang setengah-setengah tanpa kejelasan prosedur yang baik, kemudian program vaksinasi nasional yang kurang merata dan seringkali terjadi kerumuanan dalam proses vaksinasi. Vaksinasi yang diprivatisasi oleh Lembaga/instansi tertentu utnuk diberikan pada golongan tertentu juga sebuah pelanggaran karena vaksin adalah untuk semua rakyat Indonesia bukan untuk privatisasi Lembaga. Proses vaksin seharusnya didata door to door ataupun melalui RT/RW sehingga prosesnya cepat dan terdata dengan jelas.

            Mungkin itu saja tulisan singkat ini, meskipun masih tidak beraturan semoga bisa sedikit memberikan gambaran akan situasi Indonesia saat ini. . . .



 

Jumat, 06 Agustus 2021

Halau Paham Radikalisme, Keutuhan Pancasila Tetap Nomor Satu

 

    Radikalisme adalah suatu paham yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara paksaan dan kekerasan.

Radikalisme sering dikaitkan dengan tindak terorisme karena pelaku selalu menggunakan cara kekerasan maupun teror yang sangat merugikan banyak orang.

Radikalisme berkembang begitu pesat di Indonesia itu dikarenakan kurang kuatnya akan jiwa pancasilais yang melekat dalam diri dan juga lemahnya iman kepada Tuhan YME. Selain itu orang tertarik dengan paham radikalisme dikarenakan propaganda politik maupun iming-iming yang diberikan seperti dijanjikan langsung bisa masuk surge melalui jalan jihad maupun diberi uang yang banyak.  

radikalisme juga dijadikan cara masyarakat untuk meluapkan kekecewaannya pada demokrasi yang dijalankan pemerintah.

Ada beberapa kasus radikalisme yang mengarah ke terorisme yang pernah terjadi di Indonesia, Seperti yang terjadi kemarin 10 oktober 2019, sekitar pukul 11.50 wib. Bapak wiranto Menteri polhukam mendapat serangan penusukan yang diduga anggota JAD di pandeglang, banten.

Motifnya sendiri masih dipelajari oleh pihak kepolisian tapi diduga pelaku terpapar paham radikalisme.

Radikalisme tumbuh kembang di Indonesia dikarenakan kurangnya pemahaman akan Pancasila dan juga lemahnya pengetahuan soal keagamaan sehingga membuat pelaku mudah dicuci otaknya oleh paham radikalisme.

    Itulah kenapa betapa pentingnya edukasi mengenai Pancasila dilakukan sejak dini dan bertahap bahkan harus diajarkan sampai jenjang perguruan tinggi,saya sebagai penulis dan juga akademisi di Universitas Islam Malang (UNISMA) mengapresiasi pihak-pihak UNISMA dan juga pihak yang terkait karena telah memberikan edukasi mental cinta tanah air yang agamis, pancasilais dan juga berjiwa aswaja yang telah mampu berkontribusi di lingkungan sosial untuk selalu menjaga dan mengawal kemajuan bangsa di era modern ini, tak hanya dilingkup Pendidikan formal maupun non formal tapi ini juga harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari demi tegaknya NKRI dan utuhnya Pancasila untuk membentuk SDM unggul dan Indonesia maju.