Rabu, 23 Juni 2021

URGENSI PERAN PEMUDA SEBAGAI INISIATOR DAN PARTISIPATOR PEMBANGUNAN DESA

 


Orang desa bukanlah kaum marginal. Desa merupakan pondasi kemajuan negara yang sudah seharusnya tidak dipandang sebelah mata namun dipandang sebagai ladang kemajuan di masa depan. Padahal tren kedepan bahwa anak muda harus menjadi inisiator dan juga partisipator untuk menyerap tenaga kerja dan bukan menjadi beban negara.

-Penulis

            Bagi penulis desa merupakan suatu tempat yang menyejukkan, menentramkan bagi sebagian banyak orang yang merantau ke kota untuk mencari nahkah atau belajar desa merupakan rumah, tempat untuk kembali. Dengan berbagai nostalgia yang disuguhkan oleh desa mulai keindahan, ketentraman dan keluarga desa sebenarnya sudah memiliki banyak rasa tersendiri bagi sebagian banyak orang. Namun dari semua keindahan yang terdapat di desa kini itu semua kini sudah berubah menjadi kenangan belaka. Desa mulai dilupakan oleh penduduknya sendiri, desa sudah mulai ditinggalkan oleh kaum mudanya, kaum yang seharusnya menjadi penerus desa yang menjadi bagian dalam pembangunan desa. Mereka menganggap desa sudah tidak berpotensi lagi, desa hanya untuk orang-orang yang kolot dan berumur. Stigma-stigma tersebut telah marak muncul di mindset millennial kini karena perkembangan teknologi dan zaman dan tidak diiringi dengan local wisdom. Semenjak terjadi revolusi industry yang terjadi di eropa pada periode antara tahun 1750-1850 dimana terjadinya perubahan besar-besaran pada bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi dan teknologi akibat kondisi sosial, ekonomi dan budaya di dunia khususnya di eropa. Perubahan-perubahan tersebut membuat sistem ekonomi berubah drastic dari sebelumnya berfokus pada sektor agrarian kini menjadi sektor industry, dalam aspek sosial dari dulunya masyarakat adalah masyarakat komunal yang berjiwa sosial tinggi kini mulai menjadi masyarakat individual. Dalam dunia teknologi juga berdampak semenjak ditemukannya mesin uap segala jenis pekerjaan kini dapat dilakukan dengan cepat dan efektif namun akan mengorbankan dampak lingkungan.

            Nilai-nilai itulah yang membuat banyak anak millennial beranggapan bahwa hidup di desa merupakan orang yang kolot. Di desa sulit untuk berkembang. Stigma itulah yang membuat millennial enggan untuk menetap didesa dan lebih memilih untuk merantau ke kota. Hal tersebut yang membuat desa semakin terindeks banyak sekali menjadi desa tertinggal dan membuat kesejahteraan desa juga sulit untuk berkembang. Peran millennial dalam pembangunan desa menjadi yang utama karena millennial adalah tenaga yang produktif dan cenderung memiliki visi dan kisi yang visioner dan paham akan perkembangan era teknologi saat ini. Peran-peran masyarakat desa mulai dari lingkungan, aparat desa sampai pada orang tua sangatlah berperan dalam memberikan edukasi sejak dini pada kaum millennial untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan desa. Semenjak dikeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa merupakan gagasan baru yang ditawarkan oleh pemerintah untuk mendorong desa menjadi lebih berdikari dan mampu untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri. dalam Undang-undang sebelumnya yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, desa menjadi tanggung jawab kabupaten. Adanya UU Desa ini menjadi pintu gerbang desa untuk berkreasi, dan berinovasi dalam memajukan desanya. Namun dengan adanya UU desa tersebut perlu diperhatikan bahwa peran masyarakat untuk mengawasi juga harus gencar dilakukan, tidak hanya itu peran Lembaga BPD (Badan Permusyawaratan Desa) juga harus diperkuat sebagai media untuk menampung aspirasi warga desa. BPD juga berperan sebagai penerapan dalam demokrasi lokal yang berbasis kearifan dan wujud penerapan Pancasila sila ke- 4 yang berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.

            Semakin mudahnya akses desa dalam pengembangannya tidak bisa dilakukan oleh pemerintahan desa sendiri namun perlu adanya campur tangan dari berbagai pihak. Mulai dari masyarakat, swasta dan para kaum millennial tentunya. Banyak desa yang sudah banyak menuai prestasi dan mampu berdikari dengan menerapkan local wisdom daerahnya mulai dari sektor pengembangan UMKM, pariwisata desa, maupun dengan tetap menjalankan pertanian atau peternakan namun dengan sistem modern. Dengan meningkatnya derajat desa disini sudah sepatutnya para kaum millineal sudah memiliki stigma yang berbeda terhadap desa secara bertahap. Kesuksesan beberapa desa tersebut sebenarnya juga tidak lepas dari partisipasi berbagai kalangan didalamnya sehingga dapat menciptakan inovasi atau mengembangkan apa yang sudah ada agar hal tersebut dapat bermanfaat dan memberikan impact untuk penduduknya. Peran kamajuan desa yang coba dibangun berbeda dengan konsep kemajuan yang ada di kota. Kita asumsikan saja, jika kota berusaha membangun pemukiman menjadi kota metropolitan yang mana lebih mengedepankan industry dan jasa maka desa berbeda desa berusaha membangun konsep yang lebih friendly dan cenderung membuat cozy yaitu focus pada pariwisata alam, dan sektor pangan. Oleh sebab itu sebenarnya posisi geografis dan geopolitik dua wilayah ini harus saling melengkapi satu sama lain. Desa sebagai penyuplai pangan dan tempat rekreasi berbasis local wisdom sedangkan kota sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi terintegrasi.

            Maka pada intinya millennial boleh saja merantau keluar desa untuk bekerja ataupun menempuh Pendidikan namun jangan sekali-kali lupakan desamu. Setelah banyak mendapatkan ilmu dari kota kembalilah ke desamu, bangun desamu menjadi apa yang sesuai dengan tujuan bangsa. Karena sejatinya desa merupakan sebagai pondasi-pondasi negara. Secara historis desa merupakan orang tua sebuah negara. Sebelum adanya negara desa sudah eksis terlebih dahulu dengan sistemnya sendiri, dengan peraturannya dan kebijakannya. Oleh karena itu sebagai millennial janganlah malu menjadi orang desa, orang yang berasal dari desa. Rubahlah stigma itu dan mulai lah mengembangkan desamu. Peranmu dalam pembangunan desa sangatlah penting untuk kesejahteraan desa. Jika kembali pada pembahasan revolusi industry, Indonesia seharusnya tidak serta merta hanya menerapkannya begitu saja di Indonesia karena budaya dan tradisi yang berbeda sudah seharusnya ada pengkajian ulang agar apa yang menjadi perkembangan dunia, Indonesia juga bisa merasakan dan menerapkannya dengan caranya sendiri. kemuajuan berbasis desa merupakan salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut, oleh karena itu butuh peran semua pihak agar cita-cita besar dapat terealisasikan.

Kamis, 17 Juni 2021

REPOSISI FUNGSI STRATEGIS PUBLIC RELATION

 

    Dalam suatu instansi baik instansi pemerintah ataupun non-pemerintah selalu ada struktur tersendiri yang unik dan berperan dalam proses perkembangan maupun pengenalan organisasi kepada masyarakat luas, yang mana peran tersebut selalu saja diberikan pada divisi tersebut. yup, itu adalah public relation atau hubungan masyarakat. Jika kalian tahu sebenarnya public relation atau umumnya disebut humas ini tidak hanya berperan dalam pengenalan organisasi semata namun juga memiliki jobs-jobs lain yang kadang juga tidak dipahami sebagian orang. Sebenarnya secara general PR ini merupakan fungsi unik pada manajemen untuk mendukung pembinaan dan membangun upaya saling menguntungkan melalui komunikasi agar diperoleh pengertian, penerimaan dan kerjasama yang menguntungkan antara organisasi dengan publik atau masyarakat. Seiring dengan perkembangan waktu yang relative dan tidak konstan ini PR terus mengalami evolusi dari masa kemasa karena tuntutan zaman dan nitizen PR berkembang mengikuti situasi dan kondisi yang ada sehingga perannya kini juga menjadi tidak hanya menjadi penghubung namun juga pengangkat status organisasi. Maksudnya adalah PR juga sebagai brand ambassador suatu organisasi. Jika dilihat dari kacamata organisasi penambahan tupoksi ini jika dilihat dari perkembangan organisasinya juga yang mulai mencoba terbang dan PR inilah yang bertugas menjadi sayapnya. PR sendiri kini harus mampu mengaktualisasi dirinya sendiri untuk hadir menjadi bagian dari koalisi yang dominan dalam suatu organisasi.

                Paradigma mengenai Public relation terlalu banyak tersebar di masyarakat sehingga persepsi yang muncul juga kadang tidak memiliki dasar yang factual. Oleh karena itu untuk mewujudkan peran dan fungsi strategisnya harus melibatkan semua pihak yang terkait. Untuk mengubah paradigma dan menyamakan persepsi mengenai substansi PR diperlukan langkah-langkah yang mampu memberikan kontribusi nyata terhadap organisasi terkhusus sebagai perencana dan pelaksanaan membangun hubungan yang intim antara organisasi dengan publiknya dalam jangka Panjang. Sehingga reputasi organisasi dan PR itu sendiri akan terus hidup dan berevolusi di tengah masyarakat yang mulai pragmatis dan kritis ini. Jika sedikit mengutip kata-kata dari Cicero yaitu :

“karena ada dua penguasa, kata cicero. Yang satu berkuasa dengan kekuatan senjata. Ia menyebutnya imperator millitaris, dan yang lainnya berkuasa dengan kekuatan kata. Ia menyebutnya imperator togatus. Sebagaimana ucapan pada puisi di atas adalah satu bait puisi yang pernah ditulis oleh cicero, bahwa seorang pejuang kebebasan berbicara, ia ingin agar masyarakat memilh memecahkan persoalannya dengan kata bukan dengan senjata” -Cicero

                Perkataan cicero diatas menunjukkan bahwa peranan penting permainan kata dan negosiasi bukanlah hal yang sepele. Ia menegaskan bahwa kata bisa lebih berbahaya dari senjata maka dalam reposisi fungsi strategis public relation ini seorang humas harus mampu berpikir objektif dengan paradigma sanguinis karena sejatinya public relation diisi oleh orang-orang yang (optimis, aktif, santai dan bersosial). Reposisi public relation tak lengkap jika tidak membahas pula Seni dalam bernegosiasi, negosiasi selalu menjadi obrolan yang menarik dalam dunia per humasan. Tidak hanya itu manusia yang kodratnya adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain tanpa sadar akan selalu menggunakan seni negosiasi. Tapi apakah mereka sadar yang mereka lakukan adalah negosiasi ? kebanyakan dari mereka tidak sadar. Oleh karena itu pemahaman akan negosiasi tidak hanya penting dalam organisasi melainkan juga penting dalam kehidupan sehari-hari manusia. Secara sederhana negosiasi adalah seni berkomunikasi dua arah antara pihak pertama dengan pihak kedua atau ketiga. Yang nemanya komunikasi antar manusia dengan karakter dan pemikiran yang pluralis tentunya kadang juga menimbulkan konflik kepentingan. Oleh sebab itu posisi negosiasi dalam komunikasi maupun public relation tidak boleh dilupakan.

                Adanya negosiasi melalui kemampuan verbal, gaya bicara, intonasi, ataupun gimik sebenarnya hal tersebut sudah menunjukkan ciri-ciri untuk mempengaruhi orang lain agar setuju ataupun mau mengikuti apa yang kita pikirkan. Posisi negosiasi dalam public relation berperan penting gunan menunjang operasional organisasi selain untuk mencari kerja sama dengan pihak luar, negosiator juga berperan untuk memberikan citra baik dan menjalin hubungan dalam internal. Namun value sepenting ini kadang juga dilupakan di dalam tupoksi public relation, sehingga perlu adanya reposisi fungsi yang membuat fungsi public relation dalam suatu organisasi menjadi strategis.

“Dalam banyak ketukan lainnya akhir-akhir ini, ada lapisan humas yang harus Anda lalui untuk sampai ke pembuat berita itu sendiri.” -Bob Schieffer

                Perkataan tokoh diatas menandakan bahwa posisi sebenarnya yang harus diambil public relation adalah berada ditengah organisasi dan masyarakat. Sehingga public relation ibaratnya haruslah netral tidak ke kiri ataupun ke kanan. Hal tersebut nantinya akan membuat public relation akan lebih mudah diterima oleh public.

Kesimpulannya :

                Pada akhirnya peran signifikan dalam public relation tak akan pernah lepas dengan kehidupan sosial bermasyarakat sehingga apa yang harus dikerjakan juga harus melihat kondisi sosial masyarakat sekitarnya, karena sebuah pinalti apabila dalam public relation bergerak namun tidak mampu melihat kondisi lingkungan sekitarnya. Posisinya yang strategis dalam struktur organisasi membuat public relation harus berkerja ekstra dalam memahami apa yang sudah menjadi tujuan organisasi kemudian di packing ulang dalam proses yang lebih friendly sehingga mampu diterima oleh masyarakat luas. Nilai-nilai yang dijunjung bukan hanya nilai value untuk internal organisasi semata namun juga memberikan impact positif terhadap eksternal yang menjadi sasaran organisasi.