Dalam
dunia perkuliahan aksi massa bukanlah suatu istilah yang asing, sebuah istilah
yang menjadi gerakan dan eksistensi untuk sebuah perubahan yang dikehendaki
bersama. Aksi massa adalah istilah politik yang dilakukan oleh para aliansi
masyarakat untuk melakukan tuntutan atau protes mengenai kebijakan pemerintah
mengenai permasalahan yang ada di era masyarakat dan pemerintahan secara umum. Dalam
suatu negara demokrasi sudah menjadi kewajiban harus adanya aspirasi-aspirasi
dari masyarakat, karena pada umumnya demokrasi adalah bentuk pemerintahan di
mana semua warga negaranya memiliki hak yang sama untuk pengambilan keputusan
yang dapat mengubah hidup mereka dalam urusan bermasyarakat dan bernegara. Pada
dasarnya demokrasi mengizinkan dan melibatkan setiap warga negara untuk turut
serta secara langsung untuk merumuskan, mengembangkan, pembuatan dan
pengevaluasian hukum dan kebijakan negara. Kebebasan dalam berpolitik dinegara
yang menerapkan demokrasi sudah menjadi hal yang wajar jika di dalamnya
dilingkupi dengan aksi massa.
Dari
perjalanan panjang pendirian negara Indonesia dan pembentukan naskah-naskah
hukum, Indonesia menerapkan yang namanya adalah demokrasi secara tidak langsung
di mana dalam urusan pemerintahan masyarakat sipil mewakilkan pada suatu lembaga
yang orang-orang di dalamnya dipilih langsung oleh masyarakat. Orang yang telah
duduk di kursi wakil rakyat diberi mandat oleh masyarakat melalui peraturan
perundang-undangan untuk menyusun dan menetapkan undang-undang berdasarkan
aspirasi-aspirasi masyarakat. dalam sistem kenegaraan Indonesia yang menerapkan
pembagian kekuasaan guna untuk membatasi dan membagi tugas kekuasaan. Trias
Politica yang mana kekuasaan dibagi menjadi tiga aspek yaitu eksekutif,
legislatif dan yudikatif dengan adanya sistem yang berjalan seperti maka dari
ketiga aspek tersebut dapat saling melengkapi dan juga saling mengkritisi,
alhasil kekuasaan tidak akan mengalami abuse of power. Demokrasi dengan
pembagian kekuasaan ini sudah seharusnya akan menghasilkan pemerintahan yang
baik dan optimal dalam melayani rakyatnya. Namun pada kenyataannya di Indonesia
justru menjadi lingkungan oligarki yang secara turun temurun bahkan berasal
dari budaya feodalisme.
Feodalisme
yang diterapkan oleh para pemangku kepentingan di era hindia belanda menerapkan
aspek-aspek yang inkonstitusional dan non demokratis sehingga pemerintahan yang
dijalankan kala itu adalah sistem Top Down yang mana para pemangku
kebijakan cenderung bersikap otoriter untuk kepentingan pribadinya sendiri. Dalam
pergantian kekuasaan juga menerapkan sistem keturunan atau dinasti politik
sehingga unsur masyarakat biasa sangat tidak mungkin mendapatkan posisi
kekuasaan yang tinggi. Praktek-praktek dinasti politik yang dijalankan pada era
kolonial belanda terhadap kerajaan kala itu. Praktek seperti itu yang
seharusnya tidak diterapkan kembali justru kini mulai mencuat kembali di negara
indonesia yang telah merdeka ini. Pada pilkada tahun 2020 kemarin banyak calon
yang berasal dari keluarga penguasa. Contoh besarnya saja adalah pencalonan
gibran menjadi walikota solo dan bobby nasution yang menjadi walikota medan.
Mereka berdua adalah keluarga dari presiden RI Joko widodo, praktek dinasti
politik yang dibangun keluarga istana ini sangat jelas terlihat meskipun secara
hukum tidak menyalahi konstitusional karena melalui tahapan yang sesuai dengan
prosedur yang ada.
Hal-hal
yang terjadi dalam perpolitikan Indonesia saat ini menandakan bahwa politik
kita sedang berjalan secara tidak sehat, konsep pembagian kekuasaan, dan
kontroling yang dilakukan justru seperti tidak berputar dengan baik. maka
tindakan yang digerakkan oleh masyarakat sipil khususnya kaum muda/ mahasiswa
dengan melakukan aksi massa merupakan bukti konkrit bahwa masih ada sistem
kontroling yang dilakukan oleh rakyat dan kaum terpelajar. Aksi yang dilakukan
merupakan bentuk kritik dan pengingat bagi pemerintah yang telah menyeleweng
dari tujuannya. Gerakan mahasiswa merespon dari keresahan-keresahan yang ada di
masyarakat, namun ada beberapa hal polemik yang ada dalam aksi massa yaitu
timbulnya gerakan yang ditunggangi oleh kepentingan tertentu. Hal ini yang
menjadikan drama aksi yang memecah-belah aliansi sehingga sering muncul
statement bahwa aksi massa hanya menimbulkan kerugian dan kerusakan, serta
orang-orang yang mengikutinya adalah orang yang tidak memiliki kajian mendalam.
Padahal jika kita mendalami sebelum adanya aksi massa para mahasiswa sudah
melakukan riset dan diskusi yang secara mendalam sehingga menghasilkan draft
yang siap untuk dijadikan bahan tuntutan. Gerakasn yang bergerak dengan satu
komando maka akan menghasilkan aksi yang besar dan terkoordinir dengan baik dan
dari situlah esensi aksi massa sebagai penyeimbang kekuasaan akan terwujud.